Kamis, 17 Mei 2012

 Bisnis Mebel Anak Beromzet Puluhan Juta
 
Ilustrasi
HEADLINE NEWS  — Bisnis seputar produk kebutuhan anak seolah tiada matinya. Selain menjadi tren, produk mebel khusus untuk anak juga menjadi peluang usaha yang menarik. Margin keuntungan yang didapat dari usaha ini sekitar 30 persen dan bisa balik modal dengan cepat.

Semakin beranjak besar, orang tua biasanya membiasakan anak mandiri. Salah satunya dengan menyediakan kamar dengan desain dan motif yang disesuaikan dengan selera anak, lengkap dengan perabotnya. Inilah yang membuat bisnis yang menyasar anak tetap menjanjikan.

Sejak tiga tahun, empat tahun terakhir, misalnya, permintaan mebel khusus untuk anak semakin meningkat. Ranjang, aneka rak, meja belajar, sofa, ataupun lemari dengan nuansa anak-anak makin diburu. ”Awalnya saya bermain di mebel umum, tetapi sejak dua tahun terakhir saya fokus menggarap mebel khusus anak,” kata Achmad Zainudin, pemilik Mebel Anak di Jepara, Jawa Tengah.

Langkah ini juga yang diambil oleh Sisca Sada yang membuka usaha mebel khusus untuk anak bernama Petite Elle sejak dua setengah tahun silam. ”Ibu-ibu muda sekarang cukup antusias untuk mempercantik kamar buah hati mereka. Mereka juga cenderung latah karena lingkungan mereka banyak menggunakan mebel anak,” jelasnya.

Sisca mengaku penjualan mebel khusus anak di Petite Elle mencapai 15 unit per bulan. Harganya mulai Rp 1,2 juta hingga Rp 8,9 juta per unit.

Achmad bilang, menjalankan usaha mebel anak ternyata menguntungkan. ”Awalnya pelanggan hanya memesan ranjang anak. Akan tetapi, setelah melihat produk yang lain, mereka memesan perabot lain,” katanya. Saat ini penjualan mebel khusus anak di Mebel Anak mampu menghasilkan omzet sekitar
Rp 30 juta per bulan.

Stepanus Sriwijaya, pemilik usaha Furnitur Anak di Yogyakarta, menambahkan, keuntungan yang didapat dari usaha menggarap mebel anak cukup lumayan dan bisa balik modal dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. ”Per bulan, rata-rata usaha kami bisa menghasilkan omzet antara Rp 30 juta dan Rp 40 juta. Margin keuntungannya bisa mencapai 30 persen,” ungkapnya.

Baik Achmad, Sisca, maupun Stepanus punya cara sama untuk memperluas pasar. Mereka mengandalkan internet guna memasarkan produk. Achmad, misalnya, menggunakan layanan iklan online. Stepanus memanfaatkan jejaring Facebook dan website. Adapun Sisca menggunakan blog dan jejaring sosial untuk memperkenalkan produknya. ”Saya juga sedang menyiapkan website khusus,” katanya.
Pemasaran "online"
Achmad bilang, jurus pemasaran online merupakan senjata ampuh untuk menjangkau sasaran. ”Segmen usaha ini, kan, rata-rata menengah atas dan ibu-ibu muda. Mereka biasa mengandalkan internet untuk mencari informasi,” katanya. Apalagi kebanyakan konsumen yang membutuhkan mebel anak berada di kota besar. Mereka biasa mengakses internet.

Stepanus menguatkan hal ini. Menurut dia, selama ini pembeli dari Yogyakarta hanya sekitar 2 persen sampai 3 persen, sedangkan dari Jakarta mencapai 80 persen. ”Sisanya dari luar Jawa,” tuturnya.

Bahkan, belakangan ini, permintaan dari luar Jawa cukup banyak. Ia sudah melayani pesanan hingga ke Indonesia bagian timur, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Biasanya, pembeli dari luar Pulau Jawa cukup royal. Mereka tidak peduli ongkos kirim yang mahal. Alasannya, pembeli di luar Jawa tidak menemukan usaha mebel yang bisa secara khusus mengerjakan mebel anak. Lihat saja, ongkos kirim ke luar Jawa bisa mencapai Rp 2 juta, sementara harga mebel anak mencapai Rp 8 juta sampai Rp 9 juta per set.

Karena mengandalkan media online sebagai sarana pemasaran, Anda harus menampilkan contoh karya mebel untuk memberikan gambaran pada calon pembeli. Selain itu, Anda perlu mencantumkan nomor kontak dan alamat jelas untuk membangun kepercayaan pada calon pembeli.
Butuh pengalaman
Untuk terjun ke bisnis mebel anak, Anda juga harus memiliki pengalaman di bidang mebel sebelumnya. ”Tak cukup mengandalkan tukang yang ahli, tetapi kita juga harus bisa mendesain dan mengaplikasikan desain tersebut,” kata Achmad.

Rata-rata, pengusaha mebel anak melayani desain sesuai permintaan. Bila Anda tidak memiliki pengalaman, sulit menangkap kemauan pembeli. Selain itu, Anda perlu mengikuti dunia desain yang berkaitan dengan anak yang sedang tren. ”Modal utama usaha ini pengalaman,” kata Stepanus.

Sisca bilang, selain mengikuti atau melayani permintaan desain dari pembeli, pengusaha mebel anak juga harus mampu menciptakan inovasi desain. ”Supaya produk tidak monoton dan tidak pasaran, lebih bagus bila mebel itu mempunyai spesialisasi karakter desain mebel anak yang beda dari yang lain,” jelasnya. Misalnya, karakter tokoh kartun atau film anak, atau sekadar tampilan desain dengan permainan warna yang khas.
Modal relatif
Modal yang Anda siapkan untuk membuka usaha ini selain pengalaman juga jaringan tukang. Anda bisa mencari kenalan di daerah, seperti di Jepara, untuk mendapatkan tukang berpengalaman, baik dalam mengolah kayu maupun mengecat mebel. Untuk ini, Anda perlu waktu mendapatkan tukang yang cocok dengan selera dan desain Anda. Sebaiknya Anda punya satu tukang utama yang bertugas mengecek kualitas dan proses pengerjaan.

Modal untuk membuka usaha ini rata-rata sekitar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Sebagian besar untuk membeli peralatan pertukangan. Lantaran mengandalkan media online untuk pemasaran, Anda juga harus memiliki komputer yang memiliki koneksi internet unggulan. Kantor bisa sederhana, tetapi sedapat mungkin punya bengkel untuk memproduksi perabot. ”Bisa menggunakan rumah sendiri,” kata Achmad.

Achmad bilang, untuk belanja kayu, cat, pernis, dan ampelas paling tidak membutuhkan dana Rp 15 juta per bulan. ”Saya pekerjakan beberapa karyawan dengan pengeluaran Rp 6 juta per bulan,” katanya. Selebihnya adalah biaya operasional, seperti listrik, air, dan telepon. Oh, iya, biaya promosi hanya dikeluarkan kalau sedang perlu.

Minggu, 13 Mei 2012

"Pasir Bertasbih" Faizan Disukai Asing
 
Faizan'Z Makhadatu dengan karya Pasir Bertasbihnya.
HEADLINE NEWS, JAKARTA - Melukis tidak melulu harus dari cat minyak. Ada media lain yang bisa dipakai, misalnya saja kayu. Tapi, bagaimana kalau melukis dengan pasir?
Melukis dengan pasir sebagai cat berhasil dilakukan Faizan'Z Makhadatu. Ia mengaku telah menekuni dunia lukis sejak tahun 1996. Ia lakukan itu demi mencari tambahan untuk biaya kuliah sarjananya di jurusan pendidikan bahasa Arab di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. "Pasir bertasbih itu temanya," sebut Faizan kepada Kompas.com, di sela-sela Inacraft, akhir bulan April lalu.
Ia yang awalnya melukis dengan media cat pun beralih ke pasir pada tahun 2002. Tidak mudah. Kegagalan acap kali ditemuinya. "Saya sudah 10 tahun bereksperimen melukis dengan pasir sejak tahun 2002," sebut Faizan.
Salah satu kesulitan dalam melukis dengan cat adalah saat memadukan warna. Tidak bisa seperti cat biasa yang bisa dengan mudah ditimpa. "Nggak seperti cat bisa ditimpa. Ini harus sekali jadi tidak bisa salah," sambungnya.
Faizan pun memakai lem biasa untuk merekatkan pasir-pasir tersebut supaya menyatu. Jadi, kata dia, lem dengan pasir sebagai pengganti cat. Kesulitan lainnya yakni sumber pasirnya. Ia mengaku pasir yang digunakannya tidak hanya berasal dari satu tempat. Ada pasir yang dari Lampung, Palembang, hingga Cilacap. Hal ini dilakukannya semata berdasarkan karakter pasirnya. "Pasir ini bisa sinkron nggak, baru bisa kita ambil," tegasnya.
Dengan sumber tempat pasir yang beragam, otomatis ongkos yang harus ditanggung Faizan terbilang mahal. Ditanyai berapa jumlah lukisan yang dihasilkan per bulannya, Faizan tidak bisa memberikan angka yang pas. Menurut dia, melukis itu tidak bisa dipasang target. Itu semata timbul dari hati. "Kalau saya jujur kalau dari hati belum tergerak ya belum bisa. Satu minggu ada yang baru dapat tema, ada yang hanya konsep karyanya sampai satu bulan," terang dia.
Hingga saat ini ia telah menghasilkan lebih dari 100 karya. Karya yang paling besar diantaranya adalah Al-Fatihah dan Asmaul Husna. Karya Asmaul Husna dihargainya di atas Rp 100 juta sedangkan Al-Fatihah bisa di bawah Rp 100 juta. "Belum laku ada yang nawar baru Rp 17 juta," sebutnya.
Sementara itu, harga lukisan yang termurah ukuran kecil adalah Rp 100 ribu untuk dua set lukisan. Faizan mengaku, ia mengerjakan sendiri semua lukisannya. Kalau terlalu banyak yang mengerjakan, kata dia, justru jadi merepotkan. Faizan pun punya sebuah mega proyek. Ia berniat menuangkan 30 juzz Al-Quran ke dalam lukisan dengan pasir. Sekarang ini masih 4 juzz yang ia kerjakan. Ukuran lukisannya 70 x 120 sentimeter.
Setelah dihitung-hitung, modal pembuatannya bisa mencapai Rp 2 miliar. Modal besar itu karena, salah satunya, mahal di ongkos pembuatan seperti mencari pasirnya. Ia berharap mega proyeknya ini bisa selesai dalam 5 tahun. "Umpamanya biaya itu ready segitu ada, ya 4-5 tahun bisa selesai. Tapi kalau sambil jalan Allahu alam, entah itu 5-10 tahun," sebutnya.
Produk lukisan "pasir bertasbih" baru mengikuti pameran sejak akhir 2011. Salah satunya yakni pameran produk kerajinan Inacraft 2012 yang berlangsung akhir pekan kemarin. Keikutsertaannya dalam pameran tahunan ini dibantu oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman. "Mereka memfasilitasi setengah tahun ini," tambah Faizan yang mengaku sudah mengikuti beberapa kali pameran dengan bantuan dinas setempat.
Sekalipun belum menggelar pameran tunggal, usaha Aqil Al-Akhyar Art (sands of calligraphy) milik Faizan sudah mendapat lirikan dari pembeli asing. Pada dua hari pertama Inacraft di gelar, lukisannya diminati buyer dari China, Canada dan Dubai. Tapi mereka tak mau bertransaksi di tempat pameran.
Mereka berniat datang langsung ke tempat workshop di Sleman, Yogyakarta. "Belum mereka nggak mau jual-beli di pameran. Ya saya katakan OK, setuju, I call u. Ya kita ketemu di showroom," paparnya.

Rabu, 09 Mei 2012

Bisnis Jasa Binatu Masih Tetap Laku
 
ILUSTRASI
HEADLINE NEWS - Menemukan gerai jasa binatu alias laundry kini bukan perkara yang sulit lagi. Gerai jasa mencuci pakaian sekarang sudah semakin menjamur terutama di daerah perkotaan.

Bagi masyarakat yang supersibuk, mencuci pakaian mungkin adalah pekerjaan yang sulit untuk dilakukan sendiri. Makanya bisnis jasa binatu ini semakin hidup.

Meski persaingan kian ketat, bisnis binatu tetap berkembang. Setidaknya itu dialami sejumlah pemilik kemitraan atau waralaba bisnis jasa laundry yang pernah diulas oleh KONTAN.

Mereka mengaku, jumlah mitranya bertambah, karena prospek usaha ini cukup cerah. Nah, seperti apa perkembangan usaha mereka, berikut ulasannya:
Beach Laundry
Pada September 2010 lalu, KONTAN pernah mengulas tawaran waralaba dari Beach Laundry. Kala itu, pemilik Beach Laundry, Andy Rakhmat Santoso mengatakan sudah memiliki 32 gerai di Yogyakarta. Dari jumlah itu, hanya satu gerai milik sendiri.

Setelah dua tahun berlalu, bisnis Beach Laundry rupanya makin basah. Gerai mereka tumbuh pesat. Sampai akhir tahun lalu, Beach Laundry sudah memiliki 60 mitra dan sekarang bertambah lagi menjadi 69 mitra, plus satu gerai milik sendiri.

Alhasil, total jumlah gerai Beach Laundry sebanyak 70 gerai yang tersebar di Yogyakarta, Papua, Palembang, Medan, Sumatra Selatan hingga Jabodetabek.

Menurut Andy, tawaran bisnis Beach Laundry memikat karena mereka menawarkan sejumlah kelebihan. Misalnya, memakai bahan untuk mencuci yang dibuat sendiri, sehingga tarif cucian bisa lebih murah ketimbang yang lain. "Ciri khas laundry kami juga menggunakan bahan yang wangi," ujar Andy. Selain itu, Beach Laundry juga gencar melakukan promosi lewat media internet.

Berdiri di bawah PT Ghalasa Putera Indonesia, Beach Laundry menawarkan tiga paket waralaba, yakni paket A dengan nilai investasi sebesar Rp 160 juta, paket B sebesar Rp 120 juta dan paket C sebesar Rp 100 juta. "Yang membedakan ketiganya adalah dari sisi peralatan," kata Andy.

Biaya paket kemitraan ini belum berubah setelah dua tahun beroperasi. Malahan, Beach Laundry saat ini menambah dua paket waralaba yang nilai investasinya lebih murah lagi. Yakni paket bigs mini dengan investasi Rp 50 juta dan bigs double dengan investasi Rp 75 juta.

Tarif pencucian per kilogram dipatok sebesar Rp 6.000 untuk lama pencucian dua hari, dan Rp 7.000 untuk masa pencucian satu hari, serta Rp 12.000 untuk masa pencucian tiga sampai lima jam.

Mitra boleh menaikkan tarif tersebut, tergantung daerah masing-masing. Namun, mitra tak boleh mengerek tarif terlalu tinggi. Andy menjanjikan, mitra akan balik modal dalam waktu satu tahun.
Extraqilo Laundry
Tawaran waralaba laundry kiloan bukan hanya datang dari Jawa saja. Tawaran bisnis ini juga datang dari Extraqilo Laundry yang bermarkas di Batam, Kepulauan Riau.

Pemain bisnis jasa binatu ini mulai beroperasi sejak tahun 2008 dan mewaralabakan bisnisnya setahun kemudian.

Saat KONTAN mengulas tawaran waralaba ini pada Mei 2011 lalu, Extraqilo telah memiliki 35 outlet yang terdiri dari 27 gerai milik mitra dan delapan milik sendiri. Gerai tersebut tersebar di sejumlah wilayah seperti Tanjung Pinang, Dumai, Pekanbaru, Palembang, dan Bengkalis. Selain itu, Extraqilo juga telah membuka beberapa gerai di Jakarta dan sekitarnya.

Setahun berselang, bisnis laundry milik Chris Gajahera ini telah memiliki 48 gerai, 12 di antaranya milik sendiri. "Prospek bisnis laundry masih sangat bagus ke depannya," kata Chris.

Paket investasi Extraqilo Laundry yang ditawarkan sebesar Rp 50 juta. Dengan paket ini, harga jasa laundry sekitar Rp 5.000 sampai Rp 8.000 per kg. Dalam sehari, mitra waralaba bisa mencapai omzet Rp 700.000 sampai Rp 1,3 juta dengan royalty fee 6% dari omzet bulanan.

Dengan hitungan itu, Chris memperkirakan, mitra sudah bisa balik modal dalam delapan hingga sepuluh bulan. Chris mengakui, bisnis jasa laundry ini memang semakin sengit. Namun, ia tetap yakin bisnis ini akan semakin berkembang karena pasarnya semakin bertambah besar.

Apalagi, sekarang banyak orang yang semakin sulit mencari waktu luang untuk mencuci sendiri. "Ujung-ujungnya semakin banyak yang tertarik menggunakan jasa laundry," katanya.

Tahun ini, Extraqilo Laundry berniat memperbesar ekspansi di Pulau Jawa. Akhir tahun ini, Chris menargetkan jumlah mitranya bisa mencapai 60 mitra.
Limas Shop
KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan Limas Shop pada Mei 2011 lalu. Pada saat itu, Limas Shop tercatat mempunyai 22 mitra. Dibanding pemain lain, pertumbuhan jumlah mitra Limas memang tak terlalu banyak.

Dalam setahun, mitra Limas Shop hanya bertambah empat mitra, semuanya berlokasi di kawasan Jakarta dan Tangerang. Toh, bagi Mia Arsofthin, pemilik Limas Shop, bisnis jasa mencuci pakaian ini masih tetap menjanjikan.

Dalam waktu dekat, ia mengaku, ada empat calon mitra yang akan membuka gerai Limas Shop di Bali dan Bogor. Bila mereka jadi bermitra, total gerai Limas Shop akan menjadi 30 gerai.

Menurut Mia, ia kini fokus membina seluruh mitra yang dimilikinya supaya tak ada mitra yang usahanya terbengkalai dan memutuskan mundur. "Saya tidak mau asal buka namun tidak ada maintenance. Terbukti, mitra kami masih tetap dan rata-rata sudah balik modal," ujar Mia.

Saat ini, Limas Shop memiliki beberapa jenis paket investasi, mulai dari Rp 27 juta hingga Rp 57 juta. Paket ini mengalami perubahan, karena ketika KONTAN mengulas bisnis Limas Shop setahun silam, nilai investasi yang mereka tawarkan masih sebesar Rp 25 juta.

Mia mengatakan memang ada kenaikan biaya paket investasi. Hal ini karena ada penambahan mesin cuci yang dia berikan kepada mitra. "Pada paket sekarang, mesin cucinya berkapasitas 12 kg," imbuhnya.

Limas Shop juga masih mempertahankan sistem kerja sama kemitraan yang meniadakan royalty fee. Selain itu, Limas juga membolehkan mitra menggunakan brand usaha sendiri, tak harus Limas Shop. "Tujuannya untuk menarik lebih banyak mitra," kata Mia.

Bukan itu saja, Limas Shop juga tidak mewajibkan mitra membeli bahan baku dari kantor pusat. Mitra bisa menggunakan bahan baku lain di luar yang telah disediakan Limas Shop.

Nah, untuk membeli bahan baku dari kantor pusat, Limas Shop membanderol harga tidak terlalu mahal. Limas Shop membanderol harga deterjen ukuran 1 kg Rp 15.000, softener pakaian ukuran 5 liter harganya Rp 65.000, dan parfum ukuran 5 liter dijual seharga Rp 125.000.

Untuk tarif jasa laundry, Limas mematok antara Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kg. Dengan perkiraan omzet sebesar Rp 300.000-Rp 600.000 per hari, mitra Limas Shop bisa balik modal dalam waktu 8 bulan-12 bulan.

Minggu, 06 Mei 2012

Ini Dua Hal yang Perlu Diketahui Konsumen
 
 ILUSTRASI
JAKARTA — Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan ada dua hal yang penting untuk dimengerti konsumen ketika membeli sebuah produk, yakni hak atas informasi dan titik akses untuk pengaduan konsumen.
"Apa yang penting bagi konsumen adalah hak atas informasi dan access point pengaduan konsumen," sebut Sudaryatmo dalam diskusi Perlindungan Konsumen Produk Otomotif, Minggu (6/5/2012) di Jakarta.
Menurut dia, konsumen harus terinformasi atas produk yang dibeli. Ini ditujukan agar konsumen dapat memenuhi peranannya sebagai peserta atau komponen pasar yang bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan konsumen yang terinformasi, produsen bisa melakukan deskripsi barang seperti harga, kualitas, dan kandungan barang. Sudaryatmo mengatakan, konsumen, baik dalam membeli ponsel ataupun mobil, harus mengetahui keterangan detail mengenai barangnya.
"Konsumen harus terinfomasi atau well informed atas produk yang dia beli," sambung dia.
Hal kedua adalah konsumen harus tahu ke mana dia harus mengadu jika ada masalah terkait produk yang dibelinya. Di Indonesia, Sudaryatmo berpendapat bahwa pengaduan masih sulit dilakukan. "Di sini ngadu juga susah," kata dia.
Di Amerika Serikat, ia bercerita ada lembaga National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) yang mempunyai 57 penyelidik. Setiap tahun lembaga itu menerima 30.000 keluhan konsumen.
Pasca terjadinya kasus atas sebuah merek mobil, Kongres setempat pun menambah lebih banyak sumber daya sehingga NHTSA bisa melakukan lebih banyak tes keamanan sendiri, dan tidak lagi bergantung pada data dari produsen mobil.
"Dia menerima pengaduan, tapi bukan untuk menyelesaikan. Ketika pengaduan banyak, dia baru melakukan penyelidikan," tuturnya.

Jumat, 04 Mei 2012

Lawe Berjuang Lestarikan Lurik
Lawe berupaya kembalikan pamor kain tenun lurik.
HEADLINE NEWS - Tidak semua produk budaya bangsa bertahan dan populer di tengah-tengah masyarakat. Salah satu contoh produk budaya yang kian merosot pamornya adalah kain tenun lurik. Kain yang bermotif dasar garis-garis atau kotak-kotak berwarna-warni ini masih ramai dipakai oleh masyarakat Jawa sekitar tahun 1960-1970.
"Sekarang paling hanya untuk upacara tertentu, seperti dipakai para abdi dalam dan sarung mbok jamu," sebut Manajer Unit Bisnis Lawe, Fitria Werdiningsih  di Jakarta, akhir pekan lalu.
Karena kondisi itu, Lawe pun muncul sebagai suatu perhimpunan yang berniat mempopulerkan kembali kain lurik. Lawe berdiri sekitar tahun 2004 di Yogyakarta. Lalu mereka pun mempunyai suatu unit bisnis. Tapi unit bisnisnya bukan sekadar mencari untung karena sebagian hasil usaha digunakan untuk kegiatan sosial perhimpunan. "Kayak batik tapi kalah populer. Mungkin dengan kami ber-campaign membuat lurik jadi populer," sambungnya.
Tidak hanya melestarikan budaya, Lawe pun berusaha memberdayakan para perempuan khususnya ibu rumah tangga. Sebagian pekerja yakni 80 persen adalah kaum hawa. Mereka kebanyakan dipakai sebagai tenaga penjahit untuk produk-produk yang dihasilkannya. Mereka adalah para ibu rumah tangga.
Uniknya, para pekerja ini tidak dikumpulkan di suatu tempat layaknya pekerja pabrik. Para ibu ini mengerjakan produknya di rumah masing-masing. Ini sengaja dilakukan, kata Fitria, supaya perempuan tidak meninggalkan rumah atau keluarganya. "Ini memang tujuannya mother friendly. Bahan kami kirim, selesai diambil, lalu di-finishing. Kalau ada yang kurang atau perlu diperbaiki diantarin lagi," paparnya.
Pembayaran kepada para pekerja biasanya dilakukan saat barang diantar ke tempat workshop Lawe. Misalnya, untuk menjahit 1 tas, pegawainya diberikan upah Rp 10.000, lalu upah itu dikali sejumlah tas yang dibuat. Sudah ada puluhan jenis produk yang dihasilkan Lawe. Produk paling murah yakni pembatas buku dihargai sekitar Rp 7.000 sedangkan paling mahal adalah bed cover yang bisa dibeli dengan harga Rp 1,5 juta.
Fitria menyebutkan, produk Lawe juga menyasar kaum muda. Maka dari itu kain lurik yang digunakan menggunakan warna-warna yang cerah. "Setiap hari kita produksi," sebutnya.
Pemasaran produk lurik ala Lawe pun tidak hanya di daerah sekitar Yogyakarta saja. Produk-produknya sudah sampai ke Jakarta hingga Sumatera. Produk ini bisa ditemui di sejumlah mal besar di Jakarta. Penjualan dilakukan dengan sistem konsinyasi.
Produk lurik Lawe pun sempat merambah Belgia, Australia hingga Jepang. Tapi masih sebatas oleh-oleh yang dibawa oleh sejumlah ekspatriat saat pulang ke tempat asalnya. "Kirim sendiri dalam jumlah besar belum," ucap Fitria. "Ada tawaran untuk ekspor. Tapi ekspor biasanya marjinnya tipis," pungkas dia.

Kamis, 03 Mei 2012

Menjajal Bisnis Ayam Goreng Khas Padang
HEADLINE NEWS - Tawaran waralaba atau kemitraan di bisnis kuliner olahan ayam masih terus bermunculan. Tawaran terbaru datang dari Rimbozz Chicken & Burger yang berbasis di Padang, Sumatera Barat. Nilai investasinya mulai Rp 4,9 juta-Rp 50 juta. Sementara omzet mulai Rp 9 juta-Rp 30 juta.

Bisnis kuliner berbahan baku ayam agaknya masih belum jenuh. Buktinya, pemain di usaha ini terus bertambah. Bahkan tak sedikit yang menawarkan usaha ini lewat jalur kemitraan atau waralaba.

Nah, tawaran waralaba terbaru usaha ayam goreng datang dari Rimbozz Chicken & Burger yang berbasis di Padang, Sumatera Barat. Berdiri sejak 2007, Rimbozz Chicken & Burger resmi menawarkan waralaba di awal tahun ini.

Faisal Ichal, pemilik Rimbozz Chicken & Burger mengaku, saat ini sudah ada dua calon terwaralaba yang berminat bekerja sama dengannya. "Sekarang sedang kami proses," ujarnya.

Saat ini, Faisal sudah memiliki lima gerai milik sendiri di Padang. Ia mengklaim, kelima gerai berkonsep resto itu beromzet Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per hari. Dengan laba 30 persen, rata-rata gerai milik Faisal bisa balik modal di bulan keempat. "Karena kinerja bagus itu, saya berani menawarkan waralaba," ujarnya.

Faisal menawarkan tiga paket waralaba. Pertama, paket kios dengan konsep gerobak senilai Rp 4,9 juta. Dalam paket ini, terwaralaba mendapatkan booth, peralatan masak, seragam, banner promosi, serta bahan baku senilai Rp 500.000.

Dalam paket ini, omzet terwaralaba ditargetkan mencapai Rp 300.000 per hari atau Rp 9 juta per bulan. Dengan laba 25 persen-30 persen, mitra bisa balik modal di bulan kedua. "Khusus paket ini tak ada biaya royalti," ujarnya.

Kedua, paket corner senilai Rp 35 juta. Paket ini mengusung konsep restoran mini dengan luas 16 meter persegi. Terwaralaba akan mendapat instalasi booth dan peralatan tambahan, seperti kulkas, meja, dan kursi.

Selain itu, mereka juga akan mendapatkan bahan baku senilai Rp 1 juta. Omzet paket ini diperkirakan Rp 775.000 per hari atau Rp 23,2 juta per bulan. Dengan laba 25 persen-30 persen, mitra balik modal sekitar tujuh hingga delapan bulan. Di paket ini ada biaya royalti 4 persen dari omzet.

Terakhir, paket restoran senilai Rp 50 juta. Kriteria luas gerainya mencapai 50 meter persegi. Paket ini sudah termasuk desain interior ruangan dan tambahan meja kasir. Omzet mitra yang mengambil paket ini ditargetkan Rp 1 juta per hari atau Rp 30 juta per bulan.

Adapun masa balik modal diperkirakan terjadi di bulan ke sembilan hingga bulan ke-12. Dalam paket ini dikenakan biaya royalti 5 persen.

Selain ayam goreng dan burger, Rimbozz Chicken menawarkan menu lain, seperti chicken teriyaki dan chicken steak. Harganya Rp 9.000-Rp 14.000 per porsi. Semua menu disajikan dengan bumbu tradisional khas Padang.

Erwin Halim, konsultan waralaba dari Proverb Consulting menilai, tawaran waralaba dari Rimbozz Chicken & Burger cukup menarik, khususnya di wilayah Sumatera. Apalagi paket yang ditawarkan cukup murah sehingga bisa terjangkau mitra berkantong tipis.

Namun, jika ingin menggandeng mitra di Jakarta, sebaiknya Rimbozz melakukan tes pasar dulu. Soalnya, selain persaingan ketat, mereka juga perlu membangun kepercayaan konsumen bahwa produknya sesuai selera pasar. “Sebaiknya, buka cabang dulu di Jakarta. Kalau sukses, mitra pasti datang,” ujarnya.

Senin, 30 April 2012

Indonesia, Negara Besar Miskin Pengusaha
ILUSTRASI
YOGYAKARTA, MEDIA INFORMASI — Jumlah pengusaha yang terbilang sukses di Indonesia masih sangat sedikit, hanya 1,56 persen dari 240 juta penduduk. Artinya, rasio wirausaha di Indonesia baru mencapai 1:83, jauh jika dibandingkan dengan Filipina 1:66, apalagi Jepang yang mencapai 1:25. Padahal, wirausaha sangat penting untuk dapat menggerakkan ekonomi di sebuah negara. Gagalnya calon pengusaha di Indonesia, antara lain, disebabkan rendahnya penguasaan untuk membuat perencanaan bisnis yang matang.
Demikian disampaikan Dita Adi Saputra, fasilitator Rajin Belajar (R&B) Organizer dalam Seminar "Business Plan Consulting: Step One in Your Life for Being Succesful" yang diadakan Pusat Pengembangan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPE UMY), Senin (30/4/2012) di Kampus Terpadu UMY, Yogyakarta.
Dita menjelaskan, ketidakmampuan untuk membuat rencana bisnis (business plan) membuat para calon pebisnis gagal mengantisipasi persoalan-persoalan yang muncul ketika bisnis berjalan. Padahal, sebutnya, dengan rencana bisnis yang baik, antisipasi persoalan tersebut sudah masuk dalam perhitungan. "Lebih dari itu, perencanaan bisnis yang baik dalam bentuk proposal bisnis menjadi kewajiban untuk mendapatkan dana dari pihak ketiga, misalnya investor, atau lembaga keuangan," kata Dita.
Lebih lanjut, Dita menjelaskan, setelah menemukan ide dan merumuskan konsep usaha, hal yang cukup penting untuk dilakukan adalah mengadakan studi kelayakan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Hal ini mencakup aspek teknis, manajemen organisasi, pemasaran, dan finansial. "Pada aspek pemasaran misalnya, seseorang harus mempertimbangkan bentuk pemasaran dengan melihat kalangan yang menjadi sasaran pembeli. Pengusaha batik (konvensional) tidak memasarkan produknya melalui jejaring sosial. Tapi, pengusaha batik sepak bola dipasarkan melalui jejaring sosial. Hal ini karena sasarannya sudah berubah menjadi peminat sepak bola yang kebanyakan anak muda, para pengguna Facebook dan Twitter," ucap Dita.
Sementara itu, Ketua PPE UMY Anggi Rahaieng menjelaskan, acara ini diadakan agar calon wirausahawan mengetahui dan memahami tentang bagaimana konsep dan cara penyusunan rencana bisnis. "Calon wirausahawan termasuk mahasiswa perlu ditumbuhkan jiwa kewirausahaannya sedini mungkin. Selagi masih menjadi mahasiswa, banyak peluang modal yang bisa diperoleh dari merancang proposal wirausaha, misalnya pada kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diadakan Kemendiknas RI," kata Anggi.